Sabtu, 13 Juli 2013

UPAYA MENCARI PETUNJUK DEGAN MEMBACA KALAM ILAHI ,UNTUK DIPERTANGGUNG JAWABKAN



UPAYA MENCARI PETUNJUK DEGAN MEMBACA KALAM ILAHI ATAS UPAYA MENTELA’AH APA YANG TELAH SAYA LAKUKAN,KARENA PERTANGGUNG JAWABANYA KEPA ALLAH DAN RASUL-NYA DI YAUMIL QIYAMAH.

Salam Aswajah !

Allahumma solli’ala sayyidina Muhammad wa’ala alihi wa ashabihi ajama’in

Begitu saya membaca selentingan komentar dari beberapa komentator “

Awas Ustad itu syi’ah,sebuah komentator tanpa dasar dan tanpa ilmu,lalu saya merujuk kepa Al-Qur’anul Karim,ya Allah petunjuk apa yang Engkau berikan kepada Hamba atas apa yang tela hamba lakukan beberapa hari ini atas sebuah kesimpulan kerasnya Hati mereka melihat Cahaya kebenaran dari Rasulullah Saw dan Mutiara-mutiara Rasulullah Saw,sebagai ikutan,maka saya buka Al-Qur’an ditegah keheningan malam puku 12: 45 menit ini. saya bersimpuh dan mencium Al-Qur'an degan cara membacanya saya, berniat dahulu,dan tanpa memilah-memilih ayat tertetu menurut nafsuku,lalu saya buka degan sepontanitas dan saya lihat dan saya baca dan saya ulas dan renungkan.

Ya Allah hamba bersyukur telah kudapatkan makna itu semua melalui kalam Ilahi yakni Al-Qur’an,dan Aku yakin apa yang aku lakukan tidak dibenci Allah Azawajallah,semoga Aku dan rekan-rekan Aswajah untuk senantiasa Istiqomah menjauhkan diri dari firqoh-firqoh,dan membela keluarga,handai tholan dari ikut-ikutan berfirqoh-firqoh,Amin ya Rabbal alamin.

Inilah Ayat-Nya. Allahu Akbar !

1.Ulaika lahum yakunu mukjizin filardi wama kana lahum mindunillah min auliyak yudho’afu lahumul ‘azab,makanu yastati’unnasamak wama kanu yubsirun.

Artinya : Mereka itu bukanlah orang yang sanggup melemahkan Allah di muka bumi ,Dan tak ada bagi mereka penolong-penolong selain yang dari Allah,kepada mereka dilifat gandakan Azab,Mereka tidak sanggup mendegar dan mereka tidak sanggup melihat jalan yang benar. (Qs.Hud Ayat 20)

2.Ulaikalazina khosiru anfusahum wadolla anhumm makanu yaftarun.
Artinya : Mereka adalah orang yang merugikan diri sendiri dan hilang dari mereka apa yang mereka buat-buatkan itu.(Qs,Hud Ayat 21).

3.laa jawama annhum fil akhiroti humul akhsarun.
Sebenarnya ,pasti sesugguhnya mereka di akhirat adalah orang-orang yang merugi.(Qs.Hud Ayat 22)

4.Innalazi na amanu wa’amilusholihad wa’akhbatu ila robbihim.Ula ika azhabul jannathum fiha kholidun.

Artnya : Sesungguhnya semua mereka yang telah beriman dan mengerjakan amalan yang shaleh serta khusuk dan khuduk,kepada Tuhan,mereka itulah penghuni-penghuni surga,mereka kekal di dalamnya,(Qs.Hud Ayat 23).

Sodaqollahu’aziem.



RASULULLAH SAW TIDAK SETARA DENGAN KITA,WAHABI MENGUTUK BAGI SIAPA MEMBACA “SAYYIDINA” DALAM BERSHALAWAT KEPADA NABI MUHAMMAD SAW

Pakailah kata "Sayyidina " untuk menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak setara dengan kita,jauh lebih mulia dari kita,Rasulullah Saw adalah kekasih-Nya perintah Allah dan rasulnyalah yang kita junjung tinggi dan dita'ati,dan semesta alam ini dari pada Nur Muhammad yang Allah jadikan,beliau adalah penghulu dari segala Nabi,lalu apakah kalian gensi menyebut dan mengakuinya sebagai junjugan (syaidina) ?,apa ruginya bagi kalian bila memuliakan Rasulullah Saw ?,lalu apakah kalian menganggap Rasulullah itu bapak kalian,saudara kalian,kakek kalian nenek kalian ? ,teman kalian ? apakah kalian merasa tidak pantas mengatakan "Junjugnak kami " kepada Nabi Muhammad Saw ? jaganlah begitu beliau Rasulullah ! dan kalian membutuhkan syafa'atnya " bukan Rasulullah yang membutuhkan syafa'at kalian. Camkan itu ! malulah kepada Allah dan Rasul-Nya.pada hadits Nabi SAW:

عن أبي هريرةقا ل , قا ل ر سو ل الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وأول مُشَافِعٍ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.” (Shahih Muslim, 4223).

Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:

“Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits 'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”. (dalam kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169)

Ikutilah Tuntunan Para ulama dengan mengetahui Al-Qur'an yang benar,mengetahui Hadist yang benar,berhukum Fiqih yang benar,bertahuid yang benar,tau akan macam-acam puji,Puji qodim kepada Qodim,seperti Allah memuji diri-Nya sendiri,Puji Qodim kepada Muhadast ,seperti Allah membuji Rasulullah Saw,Puji Muhadas kepada Qodim,seperti,Rasulullah memuji Allah,Puji Muhadast kepada Muhadas,seperti Rasululah memuji Umatnya,seperti Umatnya memuji Rasulullah Saw,Memuliakan Rasulullah Saw.

Allah Swt Berfirman : Qulazina amanubihi (Muhammad) wa’azuruhu wattaba’unur alazi unzila ma’ahu waulaika humul muflihun “.

Artinya: Maka orang yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad Saw),memuliakanya,menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) mereka itulah yang beruntung. ( Al’Araf : 157)

Mari kita Lihat hujjah para Salafy Wahabi (Muhammadiyah) di Aceh  :

 


SALINAN SURAT DRS. SUDARMANSYAH BERDASARKAN ASLINYA

Tidak keterangan dari Nabi dan Sahabat membaca Sayyidina waktu bershalawat kepada Nabi SAW.
Chusus masaalah shalawat, kita harus berpegang pada Hadis Shahih yg berbunyi dimana Sahabat Basyir bin Saad RA bertanya kepada Rasul : Allah SWT Telah memerintahkan kami untuk bershalawat kepadamu, maka bagaimanakah cara kami bershalawat kepadamu? Jawab Nabi: Katakanlah Allahumma Shalli’ala Muhammad dst. (HR Ahmad 4/1185/273-274, Muslim No. 405, Nasai 3/45 serta Tirmizi No, 3220 serta dishahihkannya).

Dimana tidak ada tercantum Sayyidina! Perlu dicatat bahwa Hadis shalawat ini diriwayatkan oleh lebih kurang 20 sahabat yang tersebar dalam kitab-kitab Hadis yang mu’tabar, tetapi tidak satupun yang mencantumkan kata sayyidina didalamnya. Dan itulah sunnah dibidang shalawat. Soal atau masaalah Umar RA memanggil Abubakar dengan Sayyidina tidak bisa kita tetapkan kepada Nabi, karena Nabi berbeda dengan Abu Bakar, apakah kita juga akan memanggil Nabi dengan Al Faruq dan Ash Shiddiq disebabkan Umar bergelar Al Faruq dan Abu Bakar Ash Shiddiq?! Tentang dalil anda bahwa sahabat mengajari sahabat lainnya dengan menggunakan Sayyidina dalam shahadatnya, saya tidak menemukan musnad ibnu Hasyim pada musnad Ahmad -

yang saya miliki, sehingga tidak dapat kita tetapkan kwalitasnya, musnad yang ada pada saya terdiri dari 6 jilid tanpa bernomor Hadisnya, insya Allah untuk yang satu ini akan kita diskusikan lain kali.

http://dayahdarulkhairat.wordpress.com/2010/10/07/terkutukkah-mengucapkan-sayyidina/



Mari kita liat lebih lanjut  hujjah dari Aswajah ,sehingga para Abu-abu Salafy Wahbi bungkam :




PENDAPAT PARA ULAMA:
  1. ‘Allamah Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dalam Kitab Hasyiah Al-Bajuri, Juz I, Hal 156. Berkata;
الأوْلَى ذِكْرُ السِّيَادَةِ لأَنّ الأفْضَلَ سُلُوْكُ الأدَبِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ الأوْلَى تَرْكُ السّيَادَةِ إقْتِصَارًا عَلَى الوَارِدِ،
“Yang lebih utama adalah mengucapkan kata “Sayyid”, karena yang lebih baik adalah menjalankan adab. Hal ini berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa lebih baik meninggalkan kata “Sayyid” dengan alasan mencukupkan di atas yang warid saja. Dan pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama (lebih baik mengucapkan). (Hasyiyah al-Bajuri, juz I, hal 156).
Pertanyaan PENJAWAB kepada Sudarmansyah, apakah anda lebih ‘alim atau Syeikh Ibrahim Al-Bajuri?
  1. ‘Allamah Syeikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Minhaj Al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ”لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ” ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ
“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dha’if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudhu’/palsu/bukan hadits)”.
Pertanyaan PENJAWAB kepada Sudarmansyah, apakah anda lebih ‘alim atau Syeikh Ibnu Hajar Al-Haitami?
  1. ‘Allamah Qalyubi Wa ‘Amirah dalam Kitab Hasyiyah Qalyubi Wa ‘Umairah ‘Ala Kanzul Gharibin Bi Syarhi Minhaj At-Thalibin.
نعم لا يضر زيادة ميم في عليك ، ولا ياء نداء قبل أيها ، ولا وحده لا شريك له بعد أشهد أن لا إله إلا الله لورودها في رواية كما قاله شيخنا ، ولا زيادة عبده مع رسوله ، ولا زيادة سيدنا قبل محمد هنا وفي الصلاة عليه الآتية ، بل هو أفضل لأن فيه مع سلوك الأدب امتثال الأمر ، وأما حديث : { لا تسيدوني في الصلاة } فباطل باتفاق الحفاظ .
Pertanyaan PENJAWAB kepada Sudarmansyah, apakah anda lebih ‘alim atau Syeikh Qulyubi dan ‘Amirah?
  1. ‘Allamah Syeikh Sulaiman Al-Jamal dalam Kitab Syarah Fathul Wahab yaitu Hasyiyah Jamal Ala Fathul Wahab Bisyarhi Minhaj Thullab.
ولا يضر تنوين المعرف ولا زيادة بسم الله قبل التشهد بل تكره فقط ولا يضر زيادة ميم في عليك ولا يا النداء قبل أيها ولا وحده لا شريك له بعد أشهد أن لا إله إلا الله لورود ذلك في خبر ولا زيادة سيدنا قبل محمد هنا وفي الصلاة عليه الآتية بل هو أفضل ؛ لأن فيه مع سلوك الأدب امتثال الأمر وزيادة ، وأما حديث { لا تسيدوني في الصلاة } فباطل باتفاق الحفاظ ،
Pertanyaan PENJAWAB kepada Sudarmansyah, apakah anda lebih ‘alim atau Syeikh Sulaiman Al-Jamal?
  1. ‘Allamah Al-Mujaddid Imam Muhammad Ramli dalam kitab Nihayah Al-Muhtaj Ila Syarhi Al-Minhaj;
والأفضل الإتيان بلفظ السيادة كما قاله ابن ظهيرة وصرح به جمع وبه أفتى الشارح لأن فيه الإتيان بما أمرنا به وزيادة الأخبار بالواقع الذي هو أدب فهو أفضل من تركه وإن تردد في أفضليته الإسنوي ، وأما حديث { لا تسيدوني في الصلاة } فباطل لا أصل له كما قاله بعض متأخري الحفاظ ، وقول الطوسي : إنها مبطلة غلط .
Pertanyaan PENJAWAB kepada Sudarmansyah, apakah anda lebih ‘alim atau Imam Muhammad Ramli?

ANALISA PENJAWAB
TIDAK DILARANG mengucapkan “Sayyidina” sebelum nama Baginda Rasulullah, bahkan mengucapkannya adalah SUNNAH, karena Rasulullah telah mengucapkannya bahkan diperintahkannya dalam hadits mauquf dari Ibnu Mas’ud. Dengan demikian dapat diketahui bahwa mengucapkan “SAYYIDINA” itu bukan perbuatan terkutuk, maka terkutuklah bagi yang suka mengutuk. Bahkan bila dicermati penjelasan Imam Nawawi pada perkataan beliau:
وأما قوله صلى الله عليه وسلم : ( يوم القيامة ) مع أنه سيدهم في الدنيا والآخرة ، فسبب التقييد أن في يوم القيامة يظهر سؤدده لكل أحد ، ولا يبقى منازع ، ولا معاند ، ونحوه ، بخلاف الدنيا فقد نازعه ذلك فيها ملوك الكفار وزعماء المشركين
“Adapun sabda Nabi SAW. (pada hari kiamat) beserta bahwa sungguh Nabi SAW adalah Penghulu (Sayyid) manusia didunia dan akhirat, maka sebab penentuan (hanya akhirat) adalah bahwa pada hari kiamat nyatalah ke-SAYYID-an beliau kepada semua orang, dan tidak ada lagi orang yang membantahnya, tidak ada yang mengingkarinya dan seumpamanya. Berbeda dengan di dunia ini, maka sungguh ke-SAYYID-an Nabi Muhammad itu didakwa (tidak diterima) oleh RAJA-RAJA KAFIR DAN PEMIMPIN KAUM MUSYRIKIN”. Maka hukum yang pantas pada masalah mengucapkan “SAYYIDINA” adalah WAJIB, karena dua hal, yaitu: pertama : Supaya beda antara MUSLIM MUKMIN yang mengakui ke-SAYYID-an SAYYIDINA Muhammad dengan KAFIR MUSYRIKIN yang tidak mengakui ke-SAYYID-an SAYYIDINA Muhammad. Yang Kedua : Supaya beda antara manusia yang menjunjung nilai-nilai adab kesopanan dengan binatang yang tidak menjunjung nilai-nilai moral. Maka makhluk manakah yang lebih biadab dan tercela dari manusia yang tidak punya adab dan moral ketika menyebut dan memanggil nama Nabinya.
Namun karena ulama tidak mengwajibkannya maka penjawab tidak boleh mengatakan wajib, karena penjawab bukan seorang ulama dan tidak sebanding ilmu dengan ulama bagaikan setitik air dibandingkan lautan dan samudera luas. Penjawab tidak ingin mendahului Ulama dalam berpendapat. Karena penjawab sangat yakin bahwa mengikuti pendapat para ulama itu lebih selamat di dunia dan akhirat dari mengikuti pendapat diri pribadi yang hanya memperturutkan keinginan nafsu karena masih sangat dangkal ilmu pengetahuan. Sampai disini maka telah ada suatu kepastian dalam beramal bahwa sesungguh Rasulullah tidak pernah melarang mengucapkan “SAYYIDINA”, dan para ulama yang waratsatul anbiya juga tidak pernah melarangnya bahkan Rasulullah dan para ulama menganjurkannya. Hanya manusia-manusia bodoh yang tiada mengerti adab dan etika yang melarangnya.
Ketahuilah bahwa kadangkala maksud dan tujuan Drs. Sudarmansyah dan kelompoknya itu sebenarnya baik dan bagus, yaitu ingin memurnikan ajaran agama ini dari berbagai macam bid’ah dan khurafat, tetapi karena dangkalnya ilmu, karena sikap angkuh dan ekstrim, karena sifat sok tahu dan karena merasa diri sangat paham dengan hadits-hadits Rasulullah dan paling benar sehingga Sudarmansyah dan kelompoknya tidak menerima suatu apapun yang datang dari luar. Padahal realita yang nyata tentang mereka bahwa yang suka membid’ahkan itu sebenarnya tidak mengerti pengertian sunnah dan bid’ah. Jika itu mereka tidak tahu maka bagaimana mungkin mereka mengenal afradnya.
Sehingga tidak perlu merasa heran jika Sudarmansyah dan kelompoknya barangkali mengatakan bahwa qunut shubuh hukumnya bid’ah hanya karena ikut-ikutan pendapat Imam Malik barangkali. Padahal Imam Syafi’i mengatakannya sunnah. Padahal Kaedah Fiqhiyyah menyatakan :
المثبت مقدم على النافي
Dan juga tidak perlu merasa heran jika mereka membenci Qiyas dengan dalih Imam Hasan Bashri atau Sofyan Ats-Tsuriy sangat marah terhadap orang yang melakukan Qiyas bahkan mengatakan bahwa berhukum secara qiyas adalah pekerjaan Iblis. Padahal Allah berfirman :
فردوه إلى الله ورسوله

Qiyas dan yang dilarang oleh dua orang ulama besar ini adalah Qiyas yang melawan Nash sebagaimana Qiyasnya iblis. Jadi yang dilarang bukan Qiyas dalam pengertian mengembalikan hukum cabang kepada hukum induk.
Berangkat dari kecerobohan dan kebodohan ini maka terkadang Sudarmansyah dan kelompoknya membid’ahkan yang sunnah dan menganggap sunnah yang bid’ah. Pendapat orang lain tidak diterima karena merasa diri berdiri atas sunnah yang benar. Suka menyalahkan Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, merasa seolah-olah telah sangat faham dengan metode istinbath hukum Imam Syafi’iy.

KENAPA TERJADI SALAH PEMAHAMAN?
Terjadi salah dalam pemahaman karena pada mereka terdapat beberapa hal yang berbahaya, diantaranya adalah:
Pertama    :    Karena mereka merasa diri serba cukup, padahal sudah diperingatkan oleh Allah SWT pada firman-Nya: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup”. (QS. Al-’Alaq : 6-7).
Kedua    :    Karena mereka menjadikan tempat istinbath yang salah, padahal ini juga sudah diperingatkan oleh Allah SWT pada firman-Nya: “Dan apabila datang kepada kalian suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, kalian lalu menyiarkannya. Dan kalau kalian menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara kalian, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari kalian (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”. (An-Nisa : 83)
Ketiga    :    Karena pada mereka mempunyai sifat merasa eklusivisme sehingga enggan berguru dan bertanya dalam hal-hal yang berkaitan dengan etika dan agama, padahal Allah sudah memperingatkan dalam firman-Nya “Maka Bertanyalah Kepada Orang Yang Mempunyai Pengetahuan Jika Kamu Tidak Mengetahui”.
(QS. An-Nahl : 43)
Demikian risalah ini Penjawab sampaikan kepada semua pembaca semoga bisa bermanfaat dan mendapat ridha Allah dan syafa’at Rasulullah Sayyidina Wa Mawlana Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Kepada saudara Drs. Sudarmansyah secara khusus penjawab sampaikan;
  1. Bahwa anda pasti tidak berkenan dengan tulisan ini maka tolong siapkan waktu agar kita bisa berjumpa dalam forum resmi dan terbuka. Maka penjawab akan ajarkan dan tunjukkan kepada anda semua dalil yang kami lakukan yang menurut anda tidak ada dalilnya.
  2. Beberapa copian tafsir dengan sengaja tidak diterjemahkan supaya anda mau membaca sumber aslinya dan supaya anda tidak terpengaruh dengan idealisme orang lain yang dituangkan dalam suatu terjemahan.
  3. Anda telah menghina ulama-ulama Bireuen dalam kertas yang anda lampirkan, berarti anda mencari permasalahan dengan kami para santri dayah Bireuen, maka kami akan mencari anda untuk meminta pertanggungjawaban dari segala fitnah dan hinaan yang anda lemparkan. Kami akan tunjukkan kepada anda benarkah “Syafi’i menggugat Syafi’iyyah”? atau anda dan orang-orang anda yang sok pintar dengan kitab dan pendapat Syafi’i dan Syafi’iyah.

Semoga bermanfa'at

Allahuma soli'ala saiyyidina muhammad wa'ala'alihi waashabihi ajma'in

https://www.facebook.com/herman.maulana.332


Tidak ada komentar:

Posting Komentar