Inilah Pandangan Ulama Ahlussunnah dan Hizbut Tahrir
Tentang Khalifah di Akhir Zaman
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang kerap dijadikan dalil oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk
menegakkan khilafah, bahwa sebelum akhir zaman akan ada seorang khalifah, namun
para ulama ahli hadits telah menjelaskan bahwa maksud khalifah dalam hadits
tersebut adalah Imam Mahdi, bukan khalifah yang dinanti-nantikan oleh Hizbut
Tahrir. Hadits tersebut adalah:
عَنْ أَبِى نَضْرَةَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ يُوشِكُ أَهْلُ الْعِرَاقِ أَنْ لاَ يُجْبَى
إِلَيْهِمْ قَفِيزٌ وَلاَ دِرْهَمٌ. قُلْنَا مِنْ أَيْنَ ذَاكَ قَالَ مِنْ قِبَلِ
الْعَجَمِ يَمْنَعُونَ ذَاكَ. ثُمَّ قَالَ يُوشِكَ أَهْلُ الشَّأْمِ أَنْ لاَ
يُجْبَى إِلَيْهِمْ دِينَارٌ وَلاَ مُدْىٌ. قُلْنَا مِنْ أَيْنَ ذَاكَ قَالَ مِنْ
قِبَلِ الرُّومِ. ثُمَّ سَكَتَ هُنَيَّةً ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « يَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى خَلِيفَةٌ يَحْثِى الْمَالَ حَثْيًا
لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا ». قَالَ قُلْتُ لأَبِى نَضْرَةَ وَأَبِى الْعَلاَءِ
أَتَرَيَانِ أَنَّهُ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ فَقَالاَ لاَ.
Dari Abi Nadhrah, berkata: “Kami bersama sahabat
Jabir bin Abdullah. Ia berkata: “Telah hampir masanya penduduk Irak tidak akan
memperoleh bagian dari takaran makanan dan dirham.” Kami berkata; “Kenapa
begitu?” Beliau menjawab: “Kaum Ajam yang akan mencegahnya.” Kemudian beliau
berkata: “Telah hampir masanya penduduk Syam tidak memperoleh bagian dari uang
dinar dan takaran makanan.” Kami berkata: “Kenapa begitu?” Beliau menjawab:
“Kaum Romawi yang mencegahnya.” Kemudian beliau diam sebentar. Lalu berkata:
“Rosulullah SAW bersabda: “Akan ada di akhir umatku seorang khalifah yang akan
membagi-bagikan harta kepada rakyatnya tanpa perhitungan, berapa ia
memberinya.” Al-Jurairi berkata: “Aku berkata kepada Abi Nadhrah dan Abi
al-‘Ala’:”Apakah anda berdua menganggap khalifah tersebut adalah Umar bin Abdul
Aziz?” Keduanya menjawab: “Bukan”. (HR Muslim [7499]).
Para ulama yang mengomentari hadits tersebut
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khalifah dalam teks hadits di atas
adalah Imam Mahdi, bukan khalifahnya Hizbut Tahrir. Al-Imam al-Qurthubi
(578-656 H/1182-1258 M), ketika mengomentari hadits di atas berkata dalam
kitabnya, al-Mufhim:
قد روى الترميذي وأبو داود أحاديث صحيحة في
هذا الخليفة وسماه بالمهدي، فروى الترميذي عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تذهب الدنيا حتى يملك العرب رجل من أهل بيتي
يواطئ اسمه اسمي. قال: حديث حسن صحيح …
At-Tirmidzi dan Abu Dawud telah meriwayatkan
beberapa hadits shahih mengenai khalifah ini, dan keduanya menamainya dengan
nama al-Mahdi. Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra, berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: “Dunia tidak akan pergi sehingga seorang laki-laki
dari keluargaku menguasai Arab, namanya sama dengan namaku.” Al-Tirmidzi
berkata, hadits ini hasan shahih. ( Al-Qurthubi, al-Mufhim lima Asykala min
Talkhish Kitab Muslim, [Damaskus, Dar Ibnu Katsir, 1996], juz VII, hal. 252,
[edisi Muhyiddin Mastu]).
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh para
ulama yang lain seperti al-Ubbi (w.827 H/1424 M), al-Sanusi (832-895
H/1428-1490 M), al-Harari (lahir 1348 H/1929 M) dan lain-lain. Al-Imam
al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi memasukkan hadits Muslim tersebut dalam
klasifikasi hadist-hadits yang menjelaskan tentang ciri-ciri Imam al-Mahdi,
dalam kitabnya al-Arf al-Wardi fi Akhabar al-Mahdi, kitab khusus yang
menjelaskan tentang hakekat Imam al-Mahdi, yang diyakini oleh umat Islam
Ahlussunnah Waljama’ah.
Sementara Hizbut Tahrir, melalui pernyataan ulama
mereka bernama Syaikh Umar Bakri mengingkari eksistensi dan datangnya Imam
Mahdi, dia berkata: Aku mendorong kalian untuk mempercayai adanya siksa kubur
dan Imam Mahdi, namun barangsiapa yang beriman kepada hal tersebut, maka ia
berdosa.”
Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, yang merupkan
pendiri Hizbut Tahrir, dalam kitabnya al-Daulah al-Islamiyah halaman 3, menulis
prolog tentang visi dan misi perjuangan Hizbut Tahrir untuk menegakkan
khilafah dengan mengutif hadits Hudzaifah bin al-Yaman, yang teksnya tertulis
sebagai berikut:
عن حُذَيْفَة بن اليمان رضي الله عنه،
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَكُونُ النُّبُوَّةُ
فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ
يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا
شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا
جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا
شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
ثُمَّ سَكَتَ. رواه أحمد
Dari Hudzaifah bin al-Yaman RA, Rasulullah SAW
bersabda: “Di tengah kalian sedang ada kenabian, yang dengan izin Allah ia akan
tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika Dia berkehendak untuk
mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian,
yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika
Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang menggigit,
yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika
Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang memaksakan
kehendaknya, yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah
mangangkatnya, ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada
khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian”. Kemudian belaiu diam”. (Hadits
Riwayat Imam Ahmad)
HTI mengutip hadits tersebut didasari oleh suatu
asumsi bahwa khilafah nubuwwah pada fase terakhir dalam hadits tersebut belum
terjadi dan masih harus diperjuangkan. Nah di sinilah letak kesalahan HTI.
mereka menafsirkan sendiri hadits Nabi SAW, tanpa merujuk pada penafsiran para
ulama ahli hadits yang otoritatif (mu’tabar). Padahal mereka, belum memiliki
kapasitas untuk menafsirkan hadits.
Dalam semua jalur riwayat hadits tersebut
dikemukakan bahwa Habib bin Salim, perawi hadits tersebut berpendapat bahwa
yang dimaksud khilafah nubuwwah dalam fase terakhir adalah khilafahnya Umar bin
Abdul Aziz. Kemudian penafsiran Habib bin Salim ini diakui dan diikuti oleh
para ulama perawi hadits. Karenanya, banyak ulama ahli hadits menulis hadits Hudzaifah
tersebut dalam konteks keutamaan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Bahkan al-Hafidz
Ibn Rojab al-Hanbali (736-795 H/1335-1393 M) berkata:
والخلفاء الراشدون الذين أمر بالإقتداء بهم
هم أبو بكر وعمر وعثمان وعلي ، فإن في حديث سفينة عن النبي صلى الله عليه وسلم:
الخلافة بعدي ثلاثون سنة، ثم تكون ملكا، وقد صححه الإمام أحمد واحتج به على خلافة
الأئمة الأربعة، ونص كثير من الأئمة على أن عمر ين عبد العزيز خليفة راشد أيضا،
ويدل عليه ما أخرجه الإمام أحمد من حديث حذيفة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ،…
Khulafaur Rosyidin yang Nabi SAW memerintahkan
mengikuti mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, karena dalam hadits
Safinah, dari Nabi SAW; “Khilafah sesudahku tiga puluh tahun, kemudian
kerajaan”. Imam Ahmad telah menshahihkan hadits tersebut dan menjadikannya
sebagai hujjah atas kekhalifahan para imam yang empat. Banyak para imam yang
memastikan bahwa Umar bin Abdul Aziz juga seorang khalifah yang rosyid
(memperoleh petunjuk), hal tersebut ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari haditsnya Hudzaifah, dari Nabi SAW bersabda: “Di tengah
kalian sedang ada kenabian, yang dengan kehendak Allah ia akan tetap ada,…”.
(Ibnu Rojab, Jamu’ al-Ulum wa al-Hikam, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt),
hal. 231).
La haula wala quwwata illa billah.
Oleh: Ustadz Bahrur Roesyid, Aktivis Bahtsul
Masail PCNU Jember.
http://www.elhooda.net/2015/02/inilah-pandangan-ulama-ahlussunnah-dan-hizbut-tahrir-tentang-khalifah-di-akhir-zaman/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar