Senin, 16 Mei 2016

ULAMA ADALAH PARTNER UMARO DALAM BERNEGARA

ULAMA ADALAH PARTNER UMARO DALAM BERNEGARA

Bagi Partai politik ataupun Ormas lain jangan Alergi dengan istilah Nahdlatul Ulama.
Bagi Partai politik,atau Ormas atau yang tidak dalam keanggotaan partai politik berbasis NU,atau tidak memiliki keanggotaan di PBNU atau pada Itihadul mubalighin Nahdlatul Ulama' juga tidak dalam keanggotaan ormas manapun,jangan sampai alergi degan istilah Ormas Islam NU,atau degan istilah Nahdiyin,karena alergi degan istilah atau nama NU dan Nahdiyin menimbulkan kata-kata yang tidak diharapkan seperti : Apa NU itu agama ?. Agama kita kan Islam bukan agama NU,la kalo dikatakan agama NU, itu bearti agama baru dan sebagainya. Nahdlatul Ulama itu milik kita semua, dan Universal.

NU itu singkatan dari Nahdlatul Ulama,artinya Kebangkitan Ulama'. Bangkitnya Para pemikir Ulama untuk bersatu mempertahankan kemurnian Aqidah dan Syari'at Nabi Muhammad Saw dalam Mazhab Imam Syaf'i ra .Ulamak Mazhab yang satu-satunya Ahlul Bait atas bahanya distorsi dan pengacau-pengacau Aqidah dan syari’ah dalam Mazhab Ahlussunah Wal-Jama’ah di Indonesia .
Nahdlatul Ulama didirikan karena untuk mengatasai fatwa-fatwa baru dari kaum Mu’tazilah dan Mujassimah (wahabiyah) dan syi’ah mereka itu Ahlul bid’ah.Yang hampir setiap hembusan napasnya bicara Bid’ah..Bid’ah..churafat..syirik,tasabuh kepada Nasrani ! tasabuh kepada Yahudi terhadap Aqidah dan Syari’ah yang telah kokoh di Indonesia ini.

Padahal sesungguhnya Ahlul Bid’ah ialah yang mengatakan itu bid’ah..itu haram..itu churafat !. itu Syirik. Andaikata Aswaja tidak diganggu oleh AHLUL BID”AH itu, Nahdlatul ulama akan sangat toleran kepada mereka ,seperti toleranya kepada agama-agama lain yang ada di Indonesia bahkan diluar Indonesia. Para Aswaja tidak akan menyerang kecuali diserang lebih dahulu. Dan prinsip ini sampai hari qiyamat demikian adanya.itulah AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH.
Meskipun bukan anggota Nahdlatul Ulama,atau degan kata lain tidak mempunyai kartu kenggotaan Nahdlatul Ulama , sepanjang Aqidah dan syari'ahnya dalam Mazhab Imam Syafi'i ra itu bearti ia sama degan Aqida dan Syari'ah dalam Mazhab Imam Syaf'ii ra dan dalam tasauf Imam Maturidiyah yang disebut Ahlussunah Wal-Jamaah.

Jangan sampai alergi degan nama Nahdlatul Ulama.lantaran beda partai politik atau Ormas.
Di Luar Indonesia, diseluruh dunia yang mendirikan Ormas Nahdlatul Ulama prinsifnya sama mempertahankan tegaknya Mazhab Imam Syaf'i ra sampai Yaumil Qiyamah ditegakkan untuk bersanding kepada Umaro' atau pemerintahan yang remi,Sebagaimana Firman Allah Ati'ullah wa ati’u rasul ,wa ulil amri minkum artinya Ta'atilah perintah Allah dan perintah Rasul dan para pemimpin kamu. dan para ulamak itu pewaris Nabi membawa amanah Risalah Rasulullah Saw.Anti balelo (anti Kudeta) kepada Negara yang Resmi, tidak ada yang paling takut kepada Allah kecuali para ulama' yang membawa risalah Rasulullah Saw. Tidak ada yang paling takut kepada Allah dan pertanggungjawabanya kepada Rasulullah Saw kecuali para ulamak. Demikian adanya untuk di pahami.

By Herman Maulana

SULITNYA DIPAHAMI TRICK ENTRIC POLITIK ZIONIST DALAM ISSUE AGAMA

SULITNYA DIPAHAMI TRICK ENTRIC POLITIK ZIONIST YANG MENGHALALKAN SEGALA CARA DENGAN POLITIK PECAH BELA.


Ahlul Bait,kedudukanya di Yaman,ulama Ahlul Bait itu Imam Syafi'i ra dalam ilmu Fiqih dan Al-Maturidi dalam ilmu tasauf,inilah penerus Risalah Rasulullah Saw, yang disebut Ahlussunah Wajl-Jama'ah dan Ahlul Bait itu dari Sayyidin Ali,Ibnu Abbas dan seterusnya hingga sampai ke ulama Imam Syafi'i ra dalam furu'iyah dan Imam Maturidi dalam Tasauf.
Imam syafi'i juga bertasauf,beliau mengatakan kesempurnaan islam ini bertasauf. Termasuk juga Ahlul Bait itu Istri Rasulullah yakni Siti "Aisyah ra,Abdurrahman ra saudara Siti "Aisyah dan Ayahada Siti 'Aisyah ra,dan mertua serta Sahabt Rasulullah Saw.
Umu Salama ra,adalah infirasi pengetahuan salafusaleh oleh Imam Hanafi ra,pengetahuanya tidak mumpuni,Mazhab Hanafi ini yang menganut konsep Sayyidah Umu Salama ra, yakni pengetahuan umum saja,tidak ada pengetahuan khusussiat tentang tawil dan ilmu hakekat dalam Tasauf dan ke auliya'an yang dipelopori Sayyidina Ali Kwh selaku Babul Ilmi dan Ibnu Abass dan seterusnya. Mazhab hanafi yang turun dari Umu salamah ra tidak mampu bertakwil dan menghindari takwil,hanya berkata ini pengertianya terserah kepada Allah saja,ini pasti ada maksud lain dari itu,maklumlah Umu Salama itu perempuan tidak akan sehebat laki-laki dalam menuntut dan memperdalam pemahaman, beliau ini juga disebut Ahlussunnah Wal-Jama'h ,tidak bertakwil tapi tidak mutasabihakan sifat-sipat Allah.
Adapun ulama Ahlul bait itu para ulama Khalaf seperti Sayyidina Ali kwh,Ibnu Abbas turun kepda Ulama tabi'i dan tabi'in hingga sampai ke Imam Syafi'i ra. Sekali lagi rujukan untuk Tasauf-nya seperti yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar Assidik dan Sayyidina Ali Kwh dan seterusnya, di antara Ahlul bait itu Yakni Sultonul Auliyak Shaikch Abdul Qodir Jailani ra. degan kitabnya Muratul Haq.
Adapun sekarang Entrik Yahudi yang tidak muda dipahami adalah Syi'ah Rafidho yang mengkultuskan diri sebagai Ahlul Bait dan mengikuti ulam Mazhab Imam Syafi'i ra juga. Hal ini yang membuat kaum wahabi mengatakan Aswaja itu Syi'ah dan membenci Habaib yang bukan dari syi'ah Rafidho dan mengklaim diri bahwa Aswaja seseungguhnya ialah Manhaj Salafy Wahbi, begitulah klaim mengklaim dan komplik berkepanjangan yang sengaja sudah dirancang Yahudi. Wujudlah istiah Takfiri !
Utuk dipahami Syi'ah itu mentah-mentah sudah ditolak Oleh Sayyidina Ali kwh juga oleh Imam Zainudin cucu cicit Sayyidina Ali kwh. Sengaja Yahudi memasang Syi'ah Rafidho degan mengkultuskan diri sebagai Ahlul bait bermazhab Imam Syafi'i ra untuk menjerumuskan jalur ahlul bait yang sesunguhnya.
Yang Yahudi pahami bahwa jelas Syi'ah ditolak oleh Sayyidina Ali Kwh kala itu dan ditolak pula oleh Cucu cicit Rasulullah Saw itu. dan tidak mungkin bisa dikatakan Aswaja. Tapi itulah Trick Entrick politik Yahudi disupportnya Syi'ah Rafidho agar pihaknya Salafi Wahbi yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh misi Zionist melakukan kesulitan memahami sebenarnya Aswaja degan terkosentrasi klaim bahwa Aswaja sesungguhnya itu ialah Wahabi.
Dan Yahudi Cs memainkan peran kedua negara yakni Syi'ah dan Wahabi. dimana kita tau Syi'ah selalu hendak menghabisi Aswaja dan kenyataan itu tidak bisa dipungkiri betapa syi'ah membunuh Aswaja di Iran sana. Nah bagaimana cara untuk menghancurkan tujuan utama Yahudi yakni Aswaja ?. maka diciptakanlah kultus ahlul bait pada syi'ah yang mengikuti Mahab Imam syafi'i ra, maka sukseslah Yahudi membikin komplik Wahabi membenci Syi'ah dan Syi'ah membenci Wahabi dan ahirnya Aswajah yang tidak berkoar-koar Ahlul bait jadi Sasaran Syi'ah dan Wahabi.
Untuk itulah saya katakan bahwa Wahabi adalah tangan Kanan Yahudi dan Syi'ah tangan kanan kiri Yahudi,dan Yahudi Cs menghimpun kedua belah tanganya lalu ditepukan sesuai degan bunyi yang diharapkan Yahudi Cs untuk menguasai Umat Islam sedunia.
Keduanya ; Syi'ah dan Wahabi itu dalam konsep Yahudi adalah Goyyim kesayangan Yahudi. Luar biasa trick entrcik politik zionist ini,sulit dipahami oleh orang awam.
Ketahuilah bahwa Imam Syafi’I ra-Lah yang dimaksudkan Hadist berikut ini :
Rasulullah Saw bersabda :
لا تسبوا قريشا فإن عالمها يملأ الأرض علما
Artinya : Janganlah kamu menghina orang-orang Quraisy, karena seorang ulama dari kalangan bangsa Quraisy, ilmunya akan memenuhi penjuru bumi ini .
( H,R Baihaqi didalam al-Manaqib Syafi`i, Abu Naim didalam al-Hilyah, Musnad Abu Daud ath-Thayalisi ).
By Herman Maulana

SEJARAH SEKTE TAKFIRIAH

Senin, 16 Mei 2016,


SALAFYNEWS.COM, JAKARTA – 

Sekte ini berbicara tentang status keislaman seseorang, apakah seseorang tersebut telah keluar dari Islam (kafir), atau masih berada dalam lingkup lingkaran keislaman. Pemikiran ini awal mulanya muncul di zaman kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra., dan sekarang pemikiran ini kembali menyerebak di tengah-tengah umat Islam yang popular dengan istilah terorisme atau takfirisme. Banyak orang-orang yang sibuk membicarakan status keislaman orang lain, terutama status keislaman para pemimpin yang berhukum dengan undang-undang buatan manusia.
Khalifah Ali bin Abi Thalib berusaha secara persuasif untuk menyadarkan mereka agar kembali ke jalan yang benar dan sesuai dengan Al-Quran-as-sunnah. Di antaranya adalah dengan mengirimkan salah satu sahabat Nabi bernama Ibnu Abbas RA, untuk melakukan dialog dengan kaum Khawarij tersebut.
Bagi Nabi Muhammad SAW dan Ali bin Abi Thalib ra., Ibnu Abbas ra. bukan orang “luar”. Ibnu Abbas adalah putra dari paman Rasulullah SAW, generasi Rabbani yang paling paham akan kitabullah, dan yang paling mengetahui takwil serta tafsirannya. (Baca: Tuhan, Nabi, Khulafaurrosyidin Tak Perintahkan Buat Negara Khilafah)
Ia lahir pada tiga tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Walaupun demikian, karena sejak usia tiga tahun beliau sudah hidup bersama Rasulullah SAW, tidaklah mengherankan jika ia telah menghafal 1.660 hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dalam kitab sahihnya.
Berikut ini, kami cuplikkan sebuah kisah tentang ketergesa-gesaan orang-orang Khawarij dalam memvonis hukum kafir dan kedangakalan mereka dalam memahami ayat-ayat Alquran, mudah-mudahan para pemuda yang memiliki semangat dalam berislam bisa mengambil pelajaran dari kisah ini dan terhindar dari pemikiran terorisme dan takfirisme yang dengan mudah memvonis kafir seseorang. (Baca: Takfirisme-Wahabisme Ideologi Gelap Para Teroris)
Ali bin Abi Thalib mengirim Abdullah bin Abbas kepada orang-orang Khawarij untuk berdialog bersama mereka. Kisah dialog Ibnu Abbas ini dicatat oleh Imam Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya Talbis Iblis sebagai berikut:
Ibnu Abbas RA. berkata, “Orang-orang Khawarij memisahkan diri dari Ali ra., berkumpul di satu daerah untuk memberontak kepada khalifah. Ketika itu, jumlah mereka enam ribu orang.
Semenjak Khawarij berkumpul, setiap orang yang mengunjungi Ali ra. berkata -mengingatkannya-, “Wahai Amirul Mukminin, orang-orang Khawarij telah berkumpul untuk memerangimu.”
Ali menjawab, “Biarkan saja, aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka memerangiku, dan pasti mereka akan melakukannya.”
Hingga di suatu hari yang terik, saat masuk waktu zuhur aku menjumpai Ali ra. Aku (Ibnu Abbas) berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tunggulah cuaca dingin untuk shalat zuhur, sepertinya aku akan mendatangi mereka (Khawarij) berdialog.”
Ali bin Abi Thalib ra. berkata, “Wahai Ibnu Abbas, sungguh aku mengkhawatirkanmu!”
Ibnu Abbas ra. menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, janganlah kau khawatirkan diriku. Aku bukanlah orang yang berakhlak buruk dan aku tidak pernah menyakiti seorang pun.” Maka Ali pun mengizinkanku.
“Jubah terbaik dari Yaman segera kupakai, kurapikan rambutku, dan kulangkahkan kaki ini hingga masuk di barisan mereka di tengah siang.”
Ibnu Abbas ra. berkata, “Aku benar-benar berada di tengah suatu kaum yang belum pernah kujumpai orang yang sangat bersemangat beribadah seperti mereka. Dahi-dahi mereka penuh luka bekas sujud, tangan-tangan menebal bak lutut-lutut unta (kapalan). Wajah-wajah mereka pucat pasi karena tidak tidur, menghabiskan malam untuk beribadah.” (Baca: Hendropriyono Ternyata Benar Tentang Wahabi)
Namun tingkah-laku mereka tiap harinya tidak mencerminkan sikap Islami.
Kuucapkan salam pada mereka. Serempak mereka menyambutku, “Selamat datang, wahai Ibnu Abbas ra. Apa gerangan yang membawamu kemari?”
Aku berkata, “Aku datang pada kalian sebagai perwakilan dari sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar, dan juga dari sisi menantu Rasulullah SAW (yakni Ali bin Abi Thalib), kepada para sahabat-lah Alquran diturunkan dan merekalah orang-orang yang paling mengerti makna Alquran daripada kalian.”
Ibnu Abbas ra. mengingatkan tentang kedudukan sahabat Muhajirin dan Anshar dan bagaimana seharusnya prinsip seorang muslim dalam memahami Alquran dan sunnah yaitu mengembalikan kepada pemahaman sahabat yang kepada merekalah Alquran diturunkan, dan merekalah orang yang paling mengerti Alquran dan sunnah. Ibnu Abbas juga menegaskan besarnya kedudukan Ali bin Abi Thalib ra. di sisi Allah, yaitu menantu Rasulullah SAW.
Begitu mendengar ucapan Ibnu Abbas yang penuh makna dan merupakan prinsip hidup -yang tentunya tidak mereka sukai karena menyelisihi prinsip sesat mereka-, sebagian Khawarij memberi peringatan, “Jangan sekali-kali kalian berdebat dengan seorang dari Quraisy (yakni Ibnu Abbas ra., pen.). Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

“ Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (Az-Zukhruf: 58)
Ibnul Jauzi  kembali melanjutkan kisah ini: Dua atau tiga orang dari mereka berkata, “Biarlah kami yang akan mendebatnya!”.
Ibnu Abbas berkata, “Wahai kaum, beri aku alasan, mengapa kalian membenci menantu Rasulullah SAW beserta sahabat Muhajirin dan Anshar, padahal Alquran diturunkan kepada mereka, dan tidak ada seorang sahabat pun yang bersama kalian. Ali adalah orang yang paling mengerti tentang penafsiran Alquran.”
Mereka berkata, “Kami punya tiga alasan.”
Ibnu Abbas mengatakan, “Sebutkan (tiga alasan kalian).”
Pertama, sungguh Ali telah menjadikan manusia sebagai hakim (pemutus perkara) dalam urusan Allah, padahal Allah  berfirman,
“…Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah  …” (Yusuf: 40)
Hukum manusia tidak ada artinya di hadapan firman Allah Ta’ala. Kata mereka.
Ibnu Abbas menanggapi, “Ini alasan kalian yang pertama. Lalu apa lagi?”
Mereka melanjutkan, “Kedua, sesungguhnya Ali telah berperang dan membunuh, tapi mengapa tidak mau menawan dan mengambil ghanimah? Kalau mereka (orang-orang yang berperang melawan Ali) itu mukmin tentu tidak halal bagi kita memerangi dan membunuh mereka. Tidak halal pula tawanan-tawanannya.”
Ibnu Abbas ra. bertanya lagi, “Lalu apa alasan kalian yang ketiga?”
Kata mereka, “Ketiga, dia telah menghapus sebutan Amirul Mukminin dari dirinya. Kalau dia bukan amirul mukminin (karena menghapus sebutan itu) berarti dia adalah amirul kafirin (pemimpin orang-orang kafir).”
Ibnu Abbas ra. berkata, “Ada alasan selain ini?” Mereka berkata, “Cukup sudah bagi kami tiga perkara ini!”
Bantahan Ibnu Abbas ra. atas dangkalnya pemahaman Khawarij
Lihatlah, bagaimana Khawarij mudah memvonis kafir, dan memberontak sekalipun kepada khalifah ar-Rasyid yang penuh keutamaan dan kemuliaan. Alasan-alasan mereka adalah kerancuan yang sangat lemah dan menunjukkan kedangkalan mereka dalam memahami Alquran dan sunnah. (Baca: Prof Sumanto Al-Qurtuby: Konsep Negara KHILAFAH Bukan Produk Tuhan)
Ibnu Abbas ra. mulai menanggapi, “Ucapan kalian bahwa Ali ra. telah menjadikan manusia untuk memutuskan perkara (untuk mendamaikan persengketaan antara kaum muslimin -pen), sebagai jawabannya akan kubacakan ayat yang membatalkan kerancuan kalian. Jika ucapan kalian terbantah, maukah kalian kembali (kepada jalan yang benar)?”
Mereka menjawab, “Ya, tentu kami akan kembali.”
Ibnu Abbas ra. berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyerahkan sebagian hukum-Nya kepada keputusan manusia, seperti dalam menentukan harga kelinci (sebagai tebusan atas kelinci yang dibunuh saat ihram) Allah Subhanahu wa Ta’alal berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan (hukum) dua orang yang adil di antara kamu, sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maidah: 95)
Demikian pula dalam perkara perempuan dan suaminya yang bersengketa, Allah SWT juga menyerahkan hukumnya kepada hukum (keputusan) manusia untuk mendamaikan antara keduanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

“ Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal.” (QS. An-Nisa: 35)
Demi Allah, jawablah, apakah diutusnya seorang manusia untuk mendamaikan hubungan mereka dan mencegah pertumpahan darah di antara mereka lebih pantas untuk dilakukan, atau hukum manusia perihal darah seekor kelinci dan urusan pernikahan wanita? Menurut kalian manakah yang lebih pantas?”
Mereka katakan, “Inilah (yakni mengutus manusia untuk mendamaikan manusia dari pertumpahan darah) yang lebih pantas.”
Ibnu Abbas ra. berkata, “Apakah kalian telah memahami masalah pertama?” Mereka berkata, “Ya.”
Ibnu Abbas melanjutkan, “Adapun ucapan kalian bahwa Ali ra. telah berperang tapi tidak mau mengambil ghanimah dari yang diperangi dan tidak menjadikan mereka sebagai tawanan, sungguh (dalam alasan kedua ini) kalian telah mencerca ibu kalian (yakni Aisyah).
Demi Allah! Kalau kalian katakan bahwa Aisyah bukan ibu kita, kalian telah keluar dari Islam (karena mengingkari firman Allah SWT). Demikian pula kalau kalian menjadikan Aisyah sebagai tawanan perang dan menganggapnya halal sebagaimana tawanan lainnya (sebagaimana layaknya orang-orang kafir), maka kalian pun keluar dari Islam. Sesungguhnya kalian berada di antara dua kesesatan, karena Allah SWT berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ

“ Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. Al-Ahzab: 6)
Ibnu Abbas ra. berkata, “Apakah kalian telah memahami masalah ini?”
Mereka menjawab, “Ya.”
Ibnu Abbas ra. berkata lagi, “Adapun ucapan kalian bahwasanya Ali telah menghapus sebutan Amirul Mukminin dari dirinya, maka (sebagai jawabannya) aku akan kisahkan kepada kalian tentang seorang yang kalian ridhai, yaitu Rasulullah SAW. Ketahuilah, bahwasanya beliau di hari Hudaibiyah (6 H) melakukan shulh (perjanjian damai) dengan orang-orang musyrikin, Abu Sufyan dan Suhail bin Amr. Tahukah kalian apa yang terjadi?
Ketika itu Rasulullah SAW bersabda kepada Ali, “Wahai Ali, tulislah perjanjian untuk mereka.” Ali menulis, “Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah…”
Orang-orang musyrik berkata, “Demi Allah! Kami tidak tahu kalau engkau rasul Allah. Kalau kami mengakui engkau sebagai utusan Allah  tentu kami tidak akan memerangimu.”
Rasulullah SAW  bersabda, “Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa aku adalah Rasulullah. Wahai Ali, tulislah ‘Ini adalah perjanjian antara Muhammad bin Abdilah…’.” (Rasulullah memerintahkan Ali untuk menghapus sebutan Rasulullah dalam perjanjian, pen.)
Ibnu Abbas ra. berkata, “Demi Allah, sungguh Rasulullah SAW lebih mulia dari Ali, meskipun demikian beliau menghapuskan sebutan rasulullah dalam perjanjian Hudaibiyah…” (Apakah dengan perintah Rasul menghapuskan kata rasulullah dalam perjanjian kemudian kalian mengingkari kerasulan beliau? Sebagaimana kalian ingkari keislaman Ali karena menghapus sebutan Amirul Mukminin?)
Ibnu Abbas ra. berkata, “Maka kembalilah dua ribu orang dari mereka, sementara lainnya tetap memberontak (dan berada di atas kesesatan), hingga mereka diperangi dalam sebuah peperangan besar (yakni perang Nahrawan).”
Demikian tiga kerancuan pola pikir Khawarij yang mereka jadikan sebagai alasan memberontak dan memerangi Ali ra. Semua kerancuan tersebut terbantah dalam dialog mereka dengan Ibnu Abbas ra. Maka selamatlah mereka yang mau mendengar sahabat dan menjadikan mereka sebagai rujukan dalam memahami Alquran dan sunnah.
Kemudian dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, Imam Ibnu Katsir melanjutkan kisah ini.
Abdullah bin Abbas membawa mereka ke hadapan Ali bin Abi Thalib di Kufah.
Setelah itu, Ali mengirim utusan kepada orang-orang Khawarij yang tersisa, ia berkata, “Sesungguhnya kalian telah menyaksikan apa yang telah dialami olehku dan orang-orang secara umum. Berbuatlah semau kalian hingga umat Muhammad SAW bersatu. Di antara kita ada sebuah perjanjian, tidak boleh menumpahkan darah yang haram dibunuh, tidak boleh menyabotase jalan dan tidak boleh menzalimi ahli zhimmah. Jika kalian melanggarnya, maka kami akan membalasnya dengan pembalasan yang setimpal. Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ

“ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal: 58)
Tidak lama setelah itu, mereka menyabotase jalan, membunuh orang-orang yang tak bersalah, menghalalkan darah ahli zhimmah hingga mereka dikalahkan dalam Perang Nahrawan. Setelah itu mereka membalas dendam dan yang mengakibatkan tewasnya Khalifah ar-Rasyid Ali bin Abi Thalib ra.
Jadi berhati-hatilah dari kelompok Khawarij, takfirisme dan pendukung Khilafah yang seolah-olah mereka beragama namun mereka tidak melakukan ajaran agama dengan benar dan baik, mereka hanya bersembunyi dalam topeng agama, mereka seakan-akan melakukan perintah Allah SWT dan Nabi, namun mereka malah mengingkari perintah Allah SWT dan Nabi. (SFA/BerbagaiMedia)

HTI MENURUT ULAMA

Inilah Pandangan Ulama Ahlussunnah dan Hizbut Tahrir Tentang Khalifah di Akhir Zaman
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang kerap dijadikan dalil oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk menegakkan khilafah, bahwa sebelum akhir zaman akan ada seorang khalifah, namun para ulama ahli hadits telah menjelaskan bahwa maksud khalifah dalam hadits tersebut adalah Imam Mahdi, bukan khalifah yang dinanti-nantikan oleh Hizbut Tahrir. Hadits tersebut adalah:
عَنْ أَبِى نَضْرَةَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ يُوشِكُ أَهْلُ الْعِرَاقِ أَنْ لاَ يُجْبَى إِلَيْهِمْ قَفِيزٌ وَلاَ دِرْهَمٌ. قُلْنَا مِنْ أَيْنَ ذَاكَ قَالَ مِنْ قِبَلِ الْعَجَمِ يَمْنَعُونَ ذَاكَ. ثُمَّ قَالَ يُوشِكَ أَهْلُ الشَّأْمِ أَنْ لاَ يُجْبَى إِلَيْهِمْ دِينَارٌ وَلاَ مُدْىٌ. قُلْنَا مِنْ أَيْنَ ذَاكَ قَالَ مِنْ قِبَلِ الرُّومِ. ثُمَّ سَكَتَ هُنَيَّةً ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى خَلِيفَةٌ يَحْثِى الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا ». قَالَ قُلْتُ لأَبِى نَضْرَةَ وَأَبِى الْعَلاَءِ أَتَرَيَانِ أَنَّهُ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ فَقَالاَ لاَ.
Dari Abi Nadhrah, berkata: “Kami bersama sahabat Jabir bin Abdullah. Ia berkata: “Telah hampir masanya penduduk Irak tidak akan memperoleh bagian dari takaran makanan dan dirham.” Kami berkata; “Kenapa begitu?” Beliau menjawab: “Kaum Ajam yang akan mencegahnya.” Kemudian beliau berkata: “Telah hampir masanya penduduk Syam tidak memperoleh bagian dari uang dinar dan takaran makanan.” Kami berkata: “Kenapa begitu?” Beliau menjawab: “Kaum Romawi yang mencegahnya.” Kemudian beliau diam sebentar. Lalu berkata: “Rosulullah SAW bersabda: “Akan ada di akhir umatku seorang khalifah yang akan membagi-bagikan harta kepada rakyatnya tanpa perhitungan, berapa ia memberinya.” Al-Jurairi berkata: “Aku berkata kepada Abi Nadhrah dan Abi al-‘Ala’:”Apakah anda berdua menganggap khalifah tersebut adalah Umar bin Abdul Aziz?” Keduanya menjawab: “Bukan”. (HR Muslim [7499]).
Para ulama yang mengomentari hadits tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khalifah dalam teks hadits di atas adalah Imam Mahdi, bukan khalifahnya Hizbut Tahrir. Al-Imam al-Qurthubi (578-656 H/1182-1258 M), ketika mengomentari hadits di atas berkata dalam kitabnya, al-Mufhim:
قد روى الترميذي وأبو داود أحاديث صحيحة في هذا الخليفة وسماه بالمهدي، فروى الترميذي عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تذهب الدنيا حتى يملك العرب رجل من أهل بيتي يواطئ اسمه اسمي. قال: حديث حسن صحيح …
At-Tirmidzi dan Abu Dawud telah meriwayatkan beberapa hadits shahih mengenai khalifah ini, dan keduanya menamainya dengan nama al-Mahdi. Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra, berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Dunia tidak akan pergi sehingga seorang laki-laki dari keluargaku menguasai Arab, namanya sama dengan namaku.” Al-Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih. ( Al-Qurthubi, al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab Muslim, [Damaskus, Dar Ibnu Katsir, 1996], juz VII, hal. 252, [edisi Muhyiddin Mastu]).
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh para ulama yang lain seperti al-Ubbi (w.827 H/1424 M), al-Sanusi (832-895 H/1428-1490 M), al-Harari (lahir 1348 H/1929 M) dan lain-lain. Al-Imam al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi memasukkan hadits Muslim tersebut dalam klasifikasi hadist-hadits yang menjelaskan tentang ciri-ciri Imam al-Mahdi, dalam kitabnya al-Arf al-Wardi fi Akhabar al-Mahdi, kitab khusus yang menjelaskan tentang hakekat Imam al-Mahdi, yang diyakini oleh umat Islam Ahlussunnah Waljama’ah.
Sementara Hizbut Tahrir, melalui pernyataan ulama mereka bernama Syaikh Umar Bakri mengingkari eksistensi dan datangnya Imam Mahdi, dia berkata: Aku mendorong kalian untuk mempercayai adanya siksa kubur dan Imam Mahdi, namun barangsiapa yang beriman kepada hal tersebut, maka ia berdosa.”
Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, yang merupkan pendiri Hizbut Tahrir, dalam kitabnya al-Daulah al-Islamiyah halaman 3, menulis prolog tentang visi dan misi perjuangan Hizbut Tahrir untuk menegakkan khilafah dengan mengutif hadits Hudzaifah bin al-Yaman, yang teksnya tertulis sebagai berikut:
عن حُذَيْفَة بن اليمان رضي الله عنه، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ. رواه أحمد
Dari Hudzaifah bin al-Yaman RA, Rasulullah SAW bersabda: “Di tengah kalian sedang ada kenabian, yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian, yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang menggigit, yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang memaksakan kehendaknya, yang dengan izin Allah ia akan tetap ada, kemudian Allah mangangkatnya, ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian”. Kemudian belaiu diam”. (Hadits Riwayat Imam Ahmad)
HTI mengutip hadits tersebut didasari oleh suatu asumsi bahwa khilafah nubuwwah pada fase terakhir dalam hadits tersebut belum terjadi dan masih harus diperjuangkan. Nah di sinilah letak kesalahan HTI. mereka menafsirkan sendiri hadits Nabi SAW, tanpa merujuk pada penafsiran para ulama ahli hadits yang otoritatif (mu’tabar). Padahal mereka, belum memiliki kapasitas untuk menafsirkan hadits.
Dalam semua jalur riwayat hadits tersebut dikemukakan bahwa Habib bin Salim, perawi hadits tersebut berpendapat bahwa yang dimaksud khilafah nubuwwah dalam fase terakhir adalah khilafahnya Umar bin Abdul Aziz. Kemudian penafsiran Habib bin Salim ini diakui dan diikuti oleh para ulama perawi hadits. Karenanya, banyak ulama ahli hadits menulis hadits Hudzaifah tersebut dalam konteks keutamaan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Bahkan al-Hafidz Ibn Rojab al-Hanbali (736-795 H/1335-1393 M) berkata:
والخلفاء الراشدون الذين أمر بالإقتداء بهم هم أبو بكر وعمر وعثمان وعلي ، فإن في حديث سفينة عن النبي صلى الله عليه وسلم: الخلافة بعدي ثلاثون سنة، ثم تكون ملكا، وقد صححه الإمام أحمد واحتج به على خلافة الأئمة الأربعة، ونص كثير من الأئمة على أن عمر ين عبد العزيز خليفة راشد أيضا، ويدل عليه ما أخرجه الإمام أحمد من حديث حذيفة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ،…
Khulafaur Rosyidin yang Nabi SAW memerintahkan mengikuti mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, karena dalam hadits Safinah, dari Nabi SAW; “Khilafah sesudahku tiga puluh tahun, kemudian kerajaan”. Imam Ahmad telah menshahihkan hadits tersebut dan menjadikannya sebagai hujjah atas kekhalifahan para imam yang empat. Banyak para imam yang memastikan bahwa Umar bin Abdul Aziz juga seorang khalifah yang rosyid (memperoleh petunjuk), hal tersebut ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya Hudzaifah, dari Nabi SAW bersabda: “Di tengah kalian sedang ada kenabian, yang dengan kehendak Allah ia akan tetap ada,…”. (Ibnu Rojab, Jamu’ al-Ulum wa al-Hikam, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), hal. 231).
La haula wala quwwata illa billah.
Oleh: Ustadz Bahrur Roesyid, Aktivis Bahtsul Masail PCNU Jember.
http://www.elhooda.net/2015/02/inilah-pandangan-ulama-ahlussunnah-dan-hizbut-tahrir-tentang-khalifah-di-akhir-zaman/

MEMBONGKAR KONSPIRASI YAHUDI – SAUDI



SAUDI MEMBANGUN REZIM ISRAEL DI KERAJAANNYA SENDIRI – MEMBONGKAR KONSPIRASI YAHUDI – SAUDI

Sebuah studi baru-baru ini meneliti tentang kesamaan rezim Israel dan kerajaan Arab Saudi dalam hal kejahatan, rasialisme dan ekstremisme agama dan madzhab. Di mana kedua kekuasaan ini sama-sama didirikan oleh para intelijen Inggris dengan menjadikan keberlangsungannya bergantung pada keberlangsungan yang lain. Dan kerajaan Arab Saudi didirikan untuk menjadi landasan proyek Zionis Israel di Palestina.
Studi yang dilakukan oleh DR. Walid Saed al-Bayati berjudul “Arab Saudi dan Israel Penjahat Terbesar Sejarah Modern” menyatakan bahwa tujuan pembentukan kerajaan Arab Saudi adalah faktor utama didirikannya rezim Israel dan keberlanjutan rezim ini setelah kurang dari 16 tahun sejak berdirinya kerajaan Saudi.


Studi ini menyatakan bahwa kedekatan historis dan gen antara rezim Israel dan kerajaan Arab Saudi menguatkan adanya kemiripan bahkan sampai pada batas kesamaan secara sempurna di antara keduanya (Silahkan baca pada posting terdahuludihalaman ini) :


Pertama: Landasan


Masing-masing kekuasaaan ini dibentuk berdasarkan perintah para intelijen Inggris. Kerajaan Saudi yang ada saat ini dalam sejarahnya didirikan dan diatur oleh Harry St John Philby, yang dikenal dengan Haji Abdullah Philby, salah satu agen intelijen Inggris di Jazirah Arab kala itu. Dan Israel telah dipersiapkan sejak adanya janji atau pernyataan Mantan Menteri Luar Negeri Inggris Leonid Arthur Balfour pada November 1917 (untuk membentuk negara Israel) yang ia kirim ke salah satu tokoh terbesar Yahudi, Lionel Walter de Rothschild.


Kedua: Sektarianisme agama dan madzhab


Untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, sebuah negara berdiri atas dasar mitos dan legenda dengan dalih kitab suci Taurat telah mengabarkannya.
Dengan demikian, Israel murni berdasarkan sektarian agama. Israel yang mengklaim sekularisme adalah sebuah negara agama hingga ke “tulang sumsum” dan ideologi politiknya mengikuti kisah-kisah kitab Taurat dan Talmud yang menyatakan berdirinya Israel untuk membangun Haikal Sulaiman (Istana Nabi Sulaiman) sebagai dasar kerajaan Ratu Israel. Yahudisme meletakkan prinsip permusuhan dan peperangan melawan semua orang yang bertentangan dan tidak sesuai dengannya.


Juga menganggap dirinya sebagai satu-satunya bangsa termulia, mengabaikan bangsa-bangsa mulia lainnya yang ada dalam rentang sejarah, terutama bangsa Arab karena Nabi Ismail sebagai kakek moyang bangsa Arab lebih besar dari pada Ishak sebagai kakek moyang bangsa Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam sumber-sumber Taurat dalam sejarah hidup Nabi Ibrahim as.


Di lain pihak kita melihat kerajaan Arab Saudi sama seperti Israel, didirikan atas dasar sektarian sebagai hasil penyimpangan Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin Abdul Halim, yang dikenal dengan Ibnu Taimiyah. Seperti pengkafiran terhadap semua umat Islam, penolakan mereka khususnya Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap madzhab-madzhab Islam, merubah keyakinan kaum muslim di Jazirah Arab dengan memaksa mereka meninggalkan madzhab mereka dan mengikuti madzhab Wahabi yang telah ditolak oleh semua madzhab Islam dan dianggap keluar dari ajaran Islam.


Muhammad bin Abdul Wahab mengkafirkan siapa pun dari kalangan umat Islam yang bertentangan dengannya tanpa memperhatikan apa pun. Para penganut ajaran Wahhabi menganggap hanya diri mereka saja yang muslim dan selain mereka adalah kafir dan harus dibunuh. Tindakan mereka sama seperti apa yang dia lakukan penganut Yahudi terhadap penganut agama lain sebelum atau sesudah mereka.


Ketiga: Merampas Tanah


Orang-orang Yahudi merampas tanah Palestina dengan dalih adanya ikatan historis dengan tanah tersebut menurut kitab Taurat yang disimpangkan sebagai upaya mengembalikan Haikal Sulaiman yang mereka klaim. Mereka terus membunuh, mengusir penduduk asli, mencaplok tanah dan merusak infrastruktur dalam rangka mewujudkan proyek Zionis di Palestina, sementara ikatan mereka dengan negeri Palestina terputus sejak 134 Sebelum Masehi. Itu berarti lebih dari dua ribu tahun dan dengan demikian tidak ada lagi apa yang disebut dengan hak sejarah bagi mereka di Palestina.


Serupa dengan komplotan keluarga Saudi yang menyatu dengan pemikiran Wahhabi Salafi untuk menduduki tanah Jazirah Arab dan memerangi suku-suku Arab dengan memanfaatkan kekuatan militer sekutunya yaitu tentara Inggris, dipimpin oleh Kapten Arthur William Shakespeare.


Umat manusia tidak mengenal kejahatan seperti yang dilakukan oleh komplotan Ibnu Saud dan Ibnu Abdul Wahab dalam membunuh kaum perempuan, merobek perut mereka yang hamil, memerangi siapa pun yang menentangnya, membantai laki-laki dan anak laki-laki. Sama seperti yang mereka ulangi sekarang di Irak.

Tetapi petaka yang terbesar adalah mereka telah meletakkan nama Ibnu Saud untuk semua Jazirah Arab yang dipenuhi keberagaman suku dan ras, dan telah merubah sejarahnya yang panjang. Bahkan Nabi Terakhir saw tidak pernah menamakan wilayah-wilayah Islam di masanya dengan namanya sendiri meskipun beliau menyandang kemulian insani. Sebagaimana penamaan kota Yatsrib menjadi Madinah atas perintah ilahi yang dinyatakan dalam al-Quran. Adapun Abdul Aziz bin Abdur Rahman Al-Saud (1876M – 1953M) dan putra-putranya tidak mempunyai hak merampok sejarah Jazirah Arab, sebagaimana orang-orang Yahudi tidak mempunyai hak yang sama di Palestina, yang telah mereka tinggalkan sejak tahun 1200 Sebelum Masehi.


Keempat: Penyimpangan kitab suci dan sunnah para rasul


Sejarah kaum Yahudi adalah sejarah yang “tidak wajar” dikarenakan penolakan terus-menerus mereka terhadap perintah ketuhanan dan kekerasan hati mereka di hadapan kehendak Tuhan. Karenanya mereka membunuh para nabi, memutarbalikkan Taurat dan merubah sunah Nabi Musa as. Dari sini para nabi orang-orang Yahudi adalah figur-figur yang luar biasa sesuai ukuran penyimpangan dan kejahatan kaumnya, sehingga al-Qur’an mengabadikan mereka dalam banyak ayat dan surat tentang para nabi mereka dan penyimpangan mereka terhadap kitab suci dan klaim mereka atas Allah.


Allah SWT berfirman tentang mereka: “Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu putra Allah dan orang Nasrani berkata: Al-Masih itu putra Allah. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Mereka dilaknat Allah; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah : 30)
Di sisi lain, mirip yang dilakukan nenek moyang mereka yang yahudi, keluarga Saud pun merubah risalah langit. Mereka secara langsung tidak bisa merubah nash-nash al-Qur’an namun mereka memutarbalikkan artinya dan menafsirkannya dengan hawa nafsu mereka seperti yang dilakukan Ibnu Taimiyyah dan Ibn Abdul Wahhab dengan pernyataan mereka bahwa Allah berjasad. Mereka menghina Nabi saw dengan menyandarkan kehinaan, kesalahan, kelemahan, menyimpangkan sejarah dan riwayat hidupnya, dan menyadarkan kepada beliau kekufuran serta hal-hal yang tidak boleh disandarkan kepada manusia biasa, bagaimana boleh disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dan secara khusus kami telah menulis tentang hal itu dalam kajian-kajian yang telah dipublikasikan maka tidak perlu kami mengulanginya lagi di sini.


Mereka memiliki watak munafik dengan klaim hanya mereka saja yang berhak atas Islam karenanya mereka berbeda dengan kaum muslim dalam penampilan, pakaian dan kebiasaan-kebiasaan yang membuat jijik manusia namun mereka menganggapnya sebagai keindahan. Ironisnya sebagian orang-orang bodoh tergoda akan hal itu.


Dalam hal ini Allah SWT berfirman: “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebeneran)? “ (Al- Munafiqun : 4)


Kelima: Penghancuran bekas peninggalan para nabi serta pemusnahan warisan Islam


Di Palestina, khususnya di Yerusalem kita melihat orang-orang Yahudi berupaya keras menghancurkan Masjidil Aqsha dengan terus menerus menggali fondasinya dengan dalih penelitian atau pencarian bekas peninggalan Haikal Sulaiman yang mereka klaim. Ini belum lagi penghancuran mereka atas peninggalan kuno penganut agama lain, khususnya masjid-masjid Islam bersejarah seperti yang dirilis dokumen resmi pusat-pusat penelitian sejarah.
Di lain pihak, sejarah kerajaan Saudi didasari pada penghancuran sistematis seluruh bukti-bukti sejarah Islam di Jazirah Arab. Tidak tersisa di Mekah kecuali Ka’bah dan Masjidil Haram yang mereka “permainkan” setiap tahun dengan dalih pembangunan hingga hilang bentuk aslinya. Di Mekkah mereka pun menghancurkan semua bekas peninggalan Nabi Muhammad Saw termasuk tempat kelahiran beliau, rumah beliau, rumah Sayyidah Khadijah ra, tempat kelahiran Sayyidah Fathimah Az-Zahra ra dan rumah-rumah Nabi Muhammad yang lain serta rumah-rumah para sahabat mulia.


Di Madinah Munawwaroh tidak tersisa kecuali makam Rasulullah Saw setelah mereka hancurkan semua peninggalan-peninggalan Islam khususnya yang berhubungan dengan pemerintahan Rasul di Madinah. Mereka menghancurkan rumah-rumah beliau, rumah-rumah Ahlul Baitnya yang suci, rumah-rumah Bani Hasyim dan masjid-masjid Islam. Mereka juga menghancurkan dengan sengaja Makam Baqi (Kuburan bersejarah umat Islam) setelah menghancurkan kubah-kubahnya dan masjid-masjid khususnya yang berhubungan dengan para Imam Ahlul Bait, di samping semua peninggalan yang ada pada masa Hijrah nabi.


Mereka juga telah berupaya menghancurkan kubah agung yang dibangun di atas kuburan Rasulullah Saw dan andai ketika itu tidak ada upaya penghentian dan penentangan umat Islam niscaya tidak ada lagi yang tersisa dari makam Nabi Muhammad Saw.
Sesungguhnya semua penghancuran dan kejahatan yang telah terjadi atau yang sedang terjadi pada mulanya adalah fatwa langsung dari Ibnu Abdul Wahhab, kemudian dari para ulama su’u mereka seperti Ibnu Utsaimin, Ibnu Jabran, Aali Syaikh dan baru-baru ini Muhammad Al-Arifi (Ulama saudi yang akhir-akhir ini terus menghina dan mengkafirkan umat Islam yang berbeda pemahaman dengannya).
Kemiripan dan kesamaan antara kejahatan kaum Yahudi dan kaum Wahhabi sampai pada tahap kesesuaian dalam kebencian mereka terhadap semua yang datang dari langit dan kedengkian mereka terhadap Risalah Islam yang representatif dari Ahlul Bait Nabi dan para pengikutnya.
Sebagaimana kerusakan dan pengrusakan adalah watak yang melekat pada kaum Yahudi begitu juga halnya watak yang melekat pada kaum Wahhabi. Mereka telah merusak keyakinan dan syariat Islam sebagaimana mereka telah merusak kehidupan dan sejarah Islam.


Kerusakan anak-anak Saud dan kaum Wahhabi adalah bentuk lain dari kerusakan kaum Yahudi jika kita mengetahui hubungan gen di antara mereka. Karena etnis keluarga Saud ternyata kembali pada kakek mereka yang seorang Yahudi bernama Markhan sebagaimana dinyatakan dalam silsilah keturunan mereka. Walaupun kemudian para sejarawan mereka dengan berbagai upaya berusaha memalsukan fakta sejarah ini. Namun, kemudian menjadi kebenaran tak terbantahkan setelah ensiklopedia Israel sendiri menerbitkan adanya hubungan etnis ini.


Setiap hari surat kabar Eropa dan Amerika tak henti-hentinya mengabarkan kepada kita berita para pangeran dan putri dari keluarga Saud. Pengadilan di Eropa dan Amerika Serikat dipenuhi dengan berbagai kasus perdata, pidana dan kewarganegaraan. Beberapa dari mereka datang untuk membunuh, memperkosa, menipu dan menyalahgunakan status diplomatik untuk menyelundupkan, menjual dan membeli narkotika serta perdagangan wanita dan organ manusia.


Kedua negara ilusi ini, Zionis Israel dan kerajaan Arab Saudi telah membawa virus kehancuran mereka sendiri sejak awal didirikannya. Kerusakan, ketidakadilan dan penyimpangan adalah bagian dari unsur-unsur kehancuran itu dan unsur-unsur itu terkumpul dengan bentuk berbeda pada kedua negara ini. Tetapi tidak berhenti di sini saja, ketika kita mulai mendengar laporan terbaru dari sekutu terpenting mereka, AS yang mempertanyakan keuntungan melanjutkan dukungan mereka atas Israel di Palestina dan keberlanjutan hubungan mereka dengan Arab Saudi sebagai teman lama, khususnya di saat minyak Saudi tidak lagi menjadi faktor yang mempengaruhi Amerika dalam mengambil keputusan.


Di sisi lain para pakar militer AS menyakini Arab Saudi tidak layak menjadi pusat komando militer AS di Teluk Persia, seperti yang diutarakan Donald Rumsfeld dan Laksamana David Nichols, namun hanya dijadikan sebagai pusat penyimpanan senjata.
Dari pendapat mereka kemudian pusat komando AS dipindahkan ke Qatar beberapa tahun yang lalu. Kemudian terjadilah beberapa kesepakatan pembelian peralatan militer seperti pesawat tempur, rudal, tank, amunisi dan berbagai jenis senjata. Baru-baru ini juga terjadi kesepakatan pembelian rudal Patriot yang dijual kepada Arab Saudi dengan harga miliaran dolar. Rencana penjualan senjata ke Arab Saudi dan ke sejumlah negara Teluk adalah langkah penyimpanan senjata sampai tiba saatnya peperangan melawan Iran.


Perbatasan Arab Saudi akan menjadi tempat peluncuran rudal zionis Israel untuk menyerang Iran atau Hizbullah. Peperangan yang nantinya akan menghabiskan peralatan militer AS yang disimpan di kawasan Teluk dan juga memusnahkan peralatan militer Arab Saudi. Di saat itulah Arab Saudi akan menyaksikan dirinya lebih kecil dari batu kerikil yang ditendang anak-anak.

Wallaahu A’lam


http://www.inilah-salafi-takfiri.com/general/saudi-membangun-rezim-israel-di-kerajaannya-sendiri-membongkar-konspirasi-yahudi-saudi